PROFIL Tampang Lin Yu Ting Atlit Tinju Asal China Taipei Yang Dituding Sebagai Transgender Sama Seperti Imane Khelif, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun Instagram
ilustrasi-klimkin-
Kondisi ini mengakibatkan perkembangan fisik yang lebih mirip dengan pria, seperti otot yang lebih menonjol.
Isu ini mencuat ke publik ketika Imane Khelif, seorang petinju asal Aljazair, meraih kemenangan gemilang dalam waktu singkat—hanya 46 detik—melawan Angela Carini dari Italia. Kemenangan Khelif memicu kemarahan dari banyak pihak, yang menilai pertandingannya tidak adil. Kemenangannya juga mengingatkan pada kasus sebelumnya di Kejuaraan Dunia 2023, di mana Khelif didiskualifikasi karena masalah hormonal.
Kontroversi Seputar Imane Khelif
Nama Imane Khelif sempat menjadi viral karena performanya yang mencengangkan. Namun, kemenangannya tidak diterima dengan baik oleh semua orang. Banyak yang merasa bahwa kehadiran Khelif di kompetisi ini tidak adil bagi lawan-lawannya, mengingat perbedaan signifikan dalam kadar hormon dan perkembangan fisik. Meskipun begitu, International Olympic Committee (IOC) tetap meloloskan Khelif untuk berlaga di Olimpiade Paris 2024.
Sebuah akun di platform X, @woanpostingws, menyatakan bahwa Khelif dilahirkan sebagai wanita di Aljazair dan menegaskan bahwa tuduhan mengenai identitas gendernya adalah bentuk kejahatan. "Imane Khelif dilahirkan sebagai wanita dari Aljazair. Menuduhnya gay atau transgender adalah kejahatan," tulis akun tersebut, menegaskan bahwa identitasnya seharusnya tidak menjadi isu.
Kasus Lin Yu Ting: Kontroversi Serupa dari China Taipei
Selain Imane Khelif, Lin Yu Ting, petinju wanita dari China Taipei, juga menghadapi tuduhan serupa. Hasil tes dari International Boxing Association (IBA) menunjukkan bahwa Lin juga memiliki kromosom XY, yang menyebabkan namanya dicoret dari Kejuaraan Dunia 2023, mirip dengan nasib Khelif.
Namun, IOC memiliki kebijakan yang berbeda. Meski keduanya didiskualifikasi dari kejuaraan dunia, aturan IOC memungkinkan mereka untuk berkompetisi di Olimpiade Paris 2024. Kebijakan ini menambah ketegangan dan kontroversi seputar keadilan dalam kompetisi.